Baru saja pemerintah Kabupaten Jember mencanangkan pendidikan bermutu, saebuah pendidikan yang memiliki kualitas “Layak” untuk dijual. Pendidikan yang bakal diminati oleh stakeholdernya. Untuk itu Pemerintah Kabupaten menempatkan Pendidikan menjadi skala prioritas yang harus digarap. Tidak itu saja, tampaknya apa yang diinginkan oleh pemerintah kabupaten, agar Jember kembali menjadi berdaya, lebih mumpuni diantara Kabupaten-kota yang ada di Jawa Timur, bahkan dilevel Nasional mendapat dukungan serius, itu terihat besarnya anggaran yang dikucurkan untuk Dinas Pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, pemerintah Kabupaten juga menunjukan komitmennya untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga dalam berbagai kesempatan Bupati Ir.MZA Djalal selalu menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemerintah Kabupaten Jember menggratiskan biaya pendidikan untuk siswa tingkat Sekolah dasar. Sayangnya, kebijakan itu tidak dikhususkan bagi orang-orang yang benar-benar tak mampu, melainkan untuk semua siswa, entah itu anaknya orang kaya, ataupun anak orang kere seperti si jadul, yang tinggal digubuk dibawah Gladak Kembar
Keinginan Pemerintah Kabupaten untuk menciptakan sebuah pendidikan bermutu, tampaknya belum diimbangi penyediaan sumber daya manusia yang sesuai di jajaran Dinas Pendidikan. Hal ini menyebabkan, program berjalan ditempat. Selain itu, juga belum mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Propinsi, termasuk Pemerintah kabupaten, dengan mentaati amanat Undang-undang Sisdiknas No 20/tahun 2000. Dimana ditekankan, bahwa Pemerintah harus mengalokasikan 20% anggarannya untuk membiayai pendidikan. Jika menilik dari aturan, maka tidak ada lagi alasan bagi pemerintah pusat, Propinsi maupun Kabupaten untuk tidak melaksanakan amanat undang-undang tersebut. Tinggal goodwill pemerintah saja.
Persoalan menjadi semakin carut marut, ketika Pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan surat Keputusan Menteri nomor 186/MPN/KU/2008, Tgl 2 desember 2008, yang isinya melarang sekolah untuk meminta iuran kepada orang tua murid, dan untuk itu pemerintah akan menaikan BOSS untuk masing-masing sekolah, baik SD maupun SMP.
Kalau saja boleh, saya termasuk para pengelola lembaga pendidikan tingkat SD/SMP bakal melakukan protes kepada pak Mentri. Sebab, nilai bantuan yang disebut Boss itu tidak sebanding dengan kebutuhan biaya sekolah, belum lagi jika nanti ada kebijakan-kebijakan yang bernuansa politis, yang meminta beberapa siswa untuk digratiskan. Padahal, untuk pembelanjaan dalam sebulan, sampai setahun, semuanya sudah tercantum dalam Rencana Anggaran Pembelanjaan Sekolah ( RAPBS). Dari RAPBS itu akan diketahui secara riel berapa kebutuhan biaya yang harus dipikul oleh lembaga sekolah dalam setiap tahunnya. Itupun biaya kebutuhan sekolah untuk memenuhi kebutuhan standar saja. Padahal, masih banyak setandar-setandar lainnya yang sama sekali belum bisa dipenuhi oleh Lemabaga sekolah, seperti halnya setandar sarana dan prasarana, setandar kompetensi, setandar kurikulum dan lain sebagainya, yang itu nonsense bias berjalan jika tidak didukung dengan anggaran yang cukup.Sementara, Pemerintah baik pusat sampai Kabupaten belum secara konsisten menerapkan 20% anggaran APBN,APBD I dan APBD II nya untuk pendidikan.
Kalau melihat kondisi seperti ini, jelas bakal membuat para pengelola lembaga sekolah pusing tujuh keliling, padahal, banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk menuju pendidikan berkualitas, baik akademis, maupun non akademis. Kalau sudah begitu, bagai mana kita bisa mewujudkan mimpi-mimpi indah kita , untuk mencapai pendidikan bermutu. Kapan semua itu bisa terealisir, kalau disisi lain, masih banyak aturan yang justru menghambat terwujudnya pendidikan bermutu, belum lagi tidak adanya komitmen dari pelaku pendidikan untuk mencetak pendidikan bermutu, bukan hanya secara fisik tapi juga yang mengarah pada perbaikan kualitas pendidikan.(*)
Baca Selengkapnya...