Susahnya Jadi Bupati
Dalam beberapa hari terakhir, Jember diramaikan pembicaraan tentang Pilkada yang Insya Allah akan berlangsung dalam pertengahan tahun 2010. Walau masih setahun lagi, tapi gaungnya sudah mulai terasa. Tidak hanya pada tataran masyarakat menengah, ditataran rakyat kecilpun info Pilkada sudah bukan barang asing lagi. Malahan, mereka lebih tahu seluk beluk politik pemenangannya dari pada saya yang kerjanya hanya berkutat diseputar informasi public. Saya hampir saja tak percaya, ketika Pak Neman, 67 , warga Jamintoro, Kecamatan Sumber baru, lebih mengetahui kapan pak Djalal mengkhiri pengabdiannya. Yang lebih membuat saya merasa malu, ternyata Pak Neman itu dulu merupaqkan salah satu pemilih Pak Djalal, yang kini kecewa ketika apa yang dijanjikan pak Djalal belum bisa dia nikmati.
Sebagai orang kota, wajah saya merah ketika orang tua bercucu 8 itu, dengan berapi-api mengkritik Pak Djalal yang dianggap omdo ( omong doang ), sebab menuurut saya, banyak sudah yang dilakukan Pak Bupati, mulai dari membangun infra struktur, membantu biaya pendidikan anak-anak kader Pos yandu, anak pasukan kuning, memberikan penerangan umum sampai kepelosok desa. Walau untuk itu semua, Pak Djalal harus dikritik disana-sini, bahkan harus menerima ketika ada sekelompok orang yang melaporkannya pada aparat hukum, dengan tudingan, dugaan korupsi. Nach, dari sini sudah dapat saya rasakan betapa susahnya jadi Bupati, apapun yang dikerjakan masih saja belum mampu memuaskan semua kelompok, terlebih jika sama sekali tidak berbuat.
Saya sempat berrdiskusi dengan kawan- kawan yang selama ini selalu menjadi tempat berkeluh kesah. Saya curhat pada mereka, ketika menemui berbagai persoalan yang tak mampu saya pecahkan sendiri. Dalam diskusi itu, saya melontarkan, susahnya menjadi seorang Bupati.. Selain harus berhadapan dengan ketidak puasan rakyat yang , harus juga bertanggung jawab secara hokum, bahkan secara sosialpun, seorang Bupati memiliki beban yang sangat berat. Namun Ironisnya, kenapa justru semakin banyak orang tertarik dengan jabatan yang menurut saya sangat susah untuk menjalaninya, (maklum ) wong saya bukan dilahirkan untuk memiliki pangkat menjadi bupati, namun secara kebetulan saya diberi kesempatan Allah untuk bisa dekat dengan beberapa Bupati.
Beragam jawaban yang disampaikan kawan saya, terkait pertanyaan saya Salah satunya adalah, ‘Jadi Bupati Itu Enak “. Mendapat jawaban seperti itu, saya kaget, sebab yang saya rasakan, betapa rumitnya persoalan yang harus dihadapi seorang Bupati, tapi kok sohib saya menjawab enak jadi Bupati. Mungkin, Mas Kresno, guyonan ketika menjawab pertanyaan saya, atau sekedar menggoda saya agar saya ( maaf ) ikut-ikutan latah untuk mencalonkan diri jadi Bupati Jember, walau secara riel aku gak mungkin bisa. Baik secara finasial maupun yang lainnya. Wong ngurus istri saya yang banyak aja sudah pusing, ditambah lagi anak-anak yang sudah menginjak dewasa dan perlu sentuhan saya, tambah membuat saya sama sekali gak tertarik dengan yang namanya jabatan Bupati atau sak piturute, yang banyak mengeluarkan modal. Yang aku bisa, mungkin jadi direktur sebuah perusahaan besar, dibayar besar, dengan fasilitas besar, walau gak pernah belajar jadi direktur ( he…he…. guyon kok –red )
Tapi yang jelas, pendapat saya dan sebagian kawan-kawan tampaknya gak pernah sama, entah karena saya yang telmi, atau saya yang gak kepengin maju ( jare Gus Nunung –red ), atau saya hanya kepengin jadi rakyat biasa, tetap seperti ketika saya ditahun 1990 an, bahkan sampai kapanpun saya akan tetap seperti ini, gak bakalan bisa jadi orang pangkat yang mampu merengkuh dunia.
Dimedia cetak, saya sempat membaca, ada sekitar 5 orang yang sudah berani menyatakan diri bakal mencalonkan diri jadi Bupati Jember. Ada Gus Djatmiko, Kader Partai Golkar yang memiliki kegigihan dalam memperjuangkan rakyat kecil, ada Mas Agus Hartono, Pengusaha asal Desa Subo, Kecamatan Pakusari, ada Pak Drs. Fatahillah, Calon Bupati yang begitu percaya diri , memproklamirkan pencalonan dirinya menjadi Bupati Jember, lihat saja gambar-gambarnya yang terpampang dibeberapa tempat strategis, ada juga mantan Wakil Bupati Jember di era Bupati Samsul Hadi, yaitu Bapak Drs. H. bagong Sutrisnadi,Wp. Msi. Untuk yang terakhir ini, selain sudah memiliki pengalaman dibirokrasi yang cukup matang, Pak Bagong juga mengaku kalau sudah pasti akan maju dari Partai Demokrat, partainya Pak Sby, Presiden RI. Malahan, kartunyapun dibuat sedemikian eksklusif, dimana disisi lain gambar Pak Bagong dengan latar belakang Logo Partai Demokrat, disisi lainnya adalah Gambarnya Pak Sby. Calon lainnya adalah bisa jadi Pak Djalal sendiri, walau pria yang suka ngetrail itu belum berani secara langsung menyampaikan kalau bakal kembali mencalonkan diri, namun, jika dilihat berbagai manuvernya, melalui kegiatan-kegiatannya , tidak menutup kemungkinan, Pak Djalal bakal ikut meramaikan kembali Bursa Calon Bupati Jember tahun mendatang.
Kembali pada ruwetnya menjadi Bupati saat ini, sudah tergambar, da mana banyak Bupati diberbagai daerah yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak sedikit yang harus menginap di hotel prodeo. Terlebih, ketika KPK sebagai Lembaga super body diberi kewenangan untuk melakukan pemberantasan korupsi di negeri ini, banyak Bupati, bahkan pejabat-pejabat setingkat Bupati yang harus bertekuk lutut, dan kemudian harus rela tidur di Losmen “Taubat “. Berangkat dari itulah, saya miris untuk sekedar berpikir menjadi Bupati, apa lagi kemudian harus nekad mencoba-coba untuk mencalonkan diri.
Ketakutan saya itu ternyata menjadi pembicaraan banyak kawan, mulai dari kawan tidur, kawan main, kawan berpikir, sampai ke kawan ngrumpi , mereka menyebut saya sebagai orang yang pengecut, orang yang gak berani menghadapi tantangan, dan masih banyak lagi predikat yang diberikan oleh kawan-kawan ,ketika saya menyampaikan ketakutan menjadi seorang Bupati. Tapi, semua itu tetap gak saya gubris, saya hanya yakin dengan bisikan teman tidur saya, dan teman hidup saya, dimana menurut mereka, jangan Nggege Mongso, jangan terlalu banyak tidur siang, agar tidak bermipi yang bukan-bukan, lebih baik hidup dialam nyata, alam yang selama ini saya rasakan bersama mereka, alam dimana saya dan istri-sitri saya, anak saya selalu mensyukuri atas nikmat yang diberikan Allah, walau sekecil apapun, seperti kini, saya pun bersyukur ketika Allah memberikan kehidupan saya yang penuh liku. (*)
0 komentar:
Posting Komentar